Senja dan Cinta
Nita Pandria Nainggolan
Aku teringat kala itu, ketika aku mencarimu di sekitar vila tempat kita berlibur, tak kunjung kutemui dirimu di sana. Aku beranjak pergi menjauh dari vila, menuju bibir pantai sambil terus mengedarkan pandangan ke sekeliling. Hingga akhirnya kutemui engkau di sana, duduk di bangku taman di balik pohon. Kuhampiri dirimu dan ikut duduk di sebelahmu.
Saat itu hari menjelang senja, engkau begitu asyik memandangi laut lepas. Entah apa yang ada dipikiranmu, aku tak mampu membacanya, hanya hati ini yang menerka-nerka. Adakah engkau sedang memikirkan dirinya? Seseorang dari masa lalumu? Karena sesungguhnya, ini bukan kali pertama kau termangu begitu. Belakangan ini sering sekali aku mendapatimu duduk termenung.
Akhirnya kau menyadari keberadaanku, menoleh kepadaku sambil menyunggingkan senyuman. Menatapku sebentar kemudian kembali menatap ke arah laut lepas. “Ada apa, Dik? Kenapa menyusulku ke sini?” kau berucap lembut.
“Hari sudah mau magrib, Bang, aku ingin mengajakmu kembali ke vila,” aku berkata pelan namun masih cukup untuk kau dengar.
Tiba-tiba gelisah merambati hatiku menanti respon darimu, seolah dapat menerka ke mana pembicaraan ini akan mengarah. Biasanya, instingku jarang keliru. Kau memutar tubuh dan ganti menatapku, dengan binar ketegasan yang tiba-tiba muncul sembari memegang kedua tanganku. Aku membalas tatapan matamu, masih kulihat cinta di matamu. Namun, aku tak yakin sebesar apa cinta itu kepadaku, karena di sana kulihat cinta yang lain. Cinta yang tak lagi seutuhnya untukku.
“Maafkan aku, Dik, aku tak mampu melupakannya. Aku ingin membahagiakannya, sama seperti dirimu. Aku tak akan meninggalkanmu. Aku mencintai dirimu dan dirinya.” Kau berkata lugas. Masih terdapat kelembutan dalam kalimatmu tapi tetap berefek meremukkan hatiku.
Reviews
There are no reviews yet.