Cermin Ramadan
“Bangun di antara sujud, kudapati diriku bergetar tanpa bisa kukendalikan dan di sujud kedua, tangisku pecah tak tertahankan.”
~Suprayitno, Tarawih Pertama di Palangkaraya~
“Sejak pagi terasa debaran yang lebih kencang dalam dadaku. Sudah 3 kali hari Sabtu, aku tidak bisa meneleponmu. Ada rasa khawatir apakah kamu baik-baik saja?”
~Ira Widyastuti, Telepon Ramadan~
“Adik yang tertangkap basah akhirnya berbicara jujur bahwa makanan itu diberikan kepada kawan-kawannya yang kurang mampu di dalam Gang Swarga.”
~Rinatalia ST Hosana, Raib~
“Astaga! Ternyata si Mbok menungguku di barongan. Rasa lega bercampur kaget. “Mbok, ku kira kuntilanak! Wes ayo pulang.”
~Rendi Indiwara, Pulang Tarawih~
“Aku suka tantangan. Berselingkuh beberapa kali asal tidak meninggalkannya, dan tetap bertanggung jawab dengan hidupnya. Apa salah?”
~Fahrini, Karma~
“Yah, kami sekeluarga berlebaran di rumah Mba Tika, setelah hampir satu tahun komunikasi dingin menahan kekecewaan. Mba Tika harus mengikuti agama suaminya.”
~Yunitha, Gelisah Rindu~
“Dengan sedikit terisak dia memohon maaf karena terlambat setahun. Lalu dibentangkannya gamis indah itu di atas gundukan tanah di depannya.
~Husnaini Mubasyiroh, Baju Lebaran~
“Aku berdiri memandang siswaku yang sedang berpuasa, sembari berkata dalam hati, “Adakah hari ini yang akan kulakukan?”
~Anita Trisnia, Gunting~
“Namun, ada hal yang lebih memukau di hadapanku sekarang ketimbang itu. Seorang pemuda berpakaian kasual nampak good looking di balik maskernya, sedang salat dalam posisi duduk.”
~Sri Rahma Wati, Jodoh Pilihan Mbok~
“Diraihnya bungkusan nasi yang masih bisa terselamatkan, segera memakannya sampai seseorang dengan pandangan teduh merampas lalu membuang nasi bungkus tersebut.”
~ Diana Mulawarmaningsih_Nasi Pertama~
Reviews
There are no reviews yet.